(foto/istimewa) |
Dimensintb.com, Mataram - Sebagai sikap penolakan atas dugaan tindakan intimidasi atau penghalangan tugas jurnalistik yang menimpa anggotanya, IJTI NTB merespons cepat insiden tersebut dengan melakukan langkah advokasi dengan menggelar pertemuan dengan pihak Polda NTB.
Pertemuan pengurus IJTI dengan pihak polda NTB dihadiri oleh Dirkrimum Polda NTB, Kombes Pol Syarif Hidayat, Wadir Krimum Polda NTB, Kombes Feri Jaya, dan Kabid Humas Polda NTB, Kombes M. Kholid berlangsung santai sebagai Upaya memecah kebuntuan dan mis komunikasi yang terjadi, pada Rabu (4|12).
Para pihak menyepakati beberapa kesepakatan penting sebagai jalan Tengah untuk mengakhiri peristiwa tersebut dengan saling memaafkan serta saling memaklumi tugas dan profesi masing-masing.
Kesepakatan tersebut diantaranya :
1. Direskrimum Polda NTB menyampaikan memohon maaf secara langsung dan mengakui kesalahan yang telah dilakukan oleh anggotanya.
2. DIreskrimum Berkomitmen akan membina anggotanya agar tindakan penghalangan tugas jurnalistik tidak terjadi lagi
3. bersepakat akan memberikan ruang seluas-luasnya bagi media di daerah untuk melakukan tugas peliputan, dan hak klarifikasi sesuai kode etik jurnalistik sebagai dukungan atas kebebasan pers yang diatur oleh undang-undang
“Saya menyampaikan permohonan maaf kepada rekan-rekan media yang merasa tidak nyaman, kami langsung memberikan teguran dan berjanji akan melakukan pembinaan” pinta Direskrimum Polda NTB, Kombes Syarif Hidayat seraya mengulurkan tangan kepada para perwakilan media.
Atas komitmen tersebut, ketiga jurnalis korban intimidasi, yaitu Herman Zuhdi, Rahmatul Kautsar dari TVOne, dan Sofiana Mufidah dari RTV, sepakat untuk tidak memperpanjang kasus ini. "Kami menyerukan kepada pihak berwenang untuk menegakkan hukum dan memastikan hak-hak pers dihormati," sambung Herman Zuhdi yang juga menjabat sekretaris di IJTI NTB.
Dukungan penuh juga datang dari Ketua IJTI NTB, Riadis Sulhi, yang menegaskan pentingnya menghormati kebebasan pers.
“tidak boleh ada Tindakan yang menghalang-halangi tugas jurnalistik dalam peliputan, apalagi itu terkait dengan kasus yang sedang viral dan menjadi sorotan, masyarakat harus tercerahkan dengan informasi yang benar dan transparan,” tegasnya.
IJTI NTB juga menegaskan bahwa segala bentuk intimidasi terhadap jurnalis merupakan pelanggaran terhadap kebebasan pers yang dijamin oleh Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, atau tepatnya pada pasal 18 ayat 1. Tindakan menghalangi kerja jurnalistik dapat dikenakan pidana penjara maksimal 2 tahun atau denda maksimal Rp 500 juta.
“kita harus solid dan Bersama mengawal, semoga tidak ada lagi praktik2 intimidasi kepada media saat bertugas di lapangan” pungkasnya.(*)
Comments
Post a Comment