Dewan Pengurus Pusat (DPP) Gerakan Advokasi Nusantara (GANAS), Rohman Rofik. (foto/istimewa) |
Dimensintb.com, Lombok Timur - Dewan Pengurus Pusat (DPP) Gerakan Advokasi Nusantara (GANAS), menyoroti dan melontarkan kecaman keras terhadap hilangnya puluhan batang kayu dari kawasan Hutan Kemasyarakatan (HKM) Dongo Baru Kecamatan Suela, Kabupaten Lombok Timur.
Insiden ini, tentunya merupakan sebagai bukti nyata kegagalan sistem pengawasan dan dugaan adanya keterlibatan oknum dalam merusak hutan.
Demikian ditegaskan Rohman Rofiki Sekretaris DPP GANAS, kepada media ini pada Senin (19/08), seraya mengatakan Ini bukan masalah sepele dan ini adalah skandal yang memerlukan perhatian serius dari semua pihak.
"Kasus ini mencerminkan kegagalan fatal dalam pengawasan dan perlindungan hutan kita, hilangnya barang bukti di lokasi yang dekat dengan kantor RPH Suela dan Polsek bukan hanya menunjukkan kelalaian, tetapi bisa jadi mencerminkan keterlibatan oknum yang menyalahgunakan jabatannya untuk menutupi pelanggaran," tegasnya.
Menurutnya, insiden ini menunjukkan bahwa Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan dan Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2007 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan tidak diterapkan secara efektif.
"Jika regulasi ini benar-benar diterapkan, kejadian seperti ini tidak akan pernah terjadi. Ini adalah kegagalan sistemik yang memerlukan tindakan tegas dan transparan," ujarnya.
Tidak itu saja, penjelasan regulasi terkait dengan tegas hal tersebut berdasarkan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan mengatur perlindungan dan pengelolaan hutan, menekankan pencegahan terhadap penebangan liar dan eksploitasi hutan tanpa izin. Kegagalan dalam pengawasan dapat menunjukkan pelanggaran terhadap hukum ini.
Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2007 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan mengatur perencanaan dan pengelolaan hutan secara berkelanjutan. Kegagalan implementasi menunjukkan adanya celah dalam sistem pengelolaan yang harus diatasi.
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup menekankan penegakan hukum dan perlindungan lingkungan. Ini menjadi dasar untuk menuntut tindakan tegas terhadap pelanggaran yang terjadi.
Peraturan Daerah Provinsi Nusa Tenggara Barat Nomor 4 Tahun 2018 tentang Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat mengatur keterlibatan masyarakat dalam pengelolaan hutan. Kegagalan dalam implementasi peraturan ini bisa menyebabkan masalah dalam perlindungan hutan.
Oleh karena itu, GANAS mendesak Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Provinsi NTB untuk penegakan hukum dan segera melakukan investigasi mendalam dan tidak terpengaruh oleh kekuatan-kekuatan yang mungkin terlibat.
"Kami menuntut agar DLHK menunjukkan keberanian untuk mengusut tuntas kasus ini tanpa kompromi. Ini adalah tanggung jawab mereka untuk memastikan bahwa hukum ditegakkan dengan konsisten, berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup," jelasnya.
Selain itu, Rofiki juga mendesak Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) NTB untuk untuk memanggil pihak terkait dan termasuk Dewan bisa terlibat langsung dalam melakukan pengawasan proses investigasi.
"Dewan tidak bisa hanya berdiam diri, mereka harus berfungsi sebagai pengawas yang aktif dan memastikan bahwa semua pihak yang terlibat-baik yang mengabaikan tanggung jawabnya maupun yang mungkin terlibat dalam praktik korupsi-dapat diadili dengan adil. Ini adalah kewajiban mereka untuk memastikan akuntabilitas dan transparansi," katanya.
Dengan kejadian ini menjadi momentum untuk menegakkan regulasi dengan lebih ketat. Nanum kejadian ini membuktikan bahwa regulasi seperti Peraturan Daerah Provinsi Nusa Tenggara Barat Nomor 4 Tahun 2018 tentang Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat tidak berfungsi sebagaimana mestinya.
"Kita tidak bisa membiarkan hukum hanya menjadi jargon tanpa implementasi yang nyata. Perlindungan hutan adalah tanggung jawab kita semua, dan kita harus memastikan bahwa keadilan ditegakkan dengan penuh komitmen," cetusnya.
Atas itu, GANAS berkomitmen untuk terus mengawal kasus ini dengan penuh determinasi. "Kami akan terus memantau dan mendesak agar setiap pelanggaran dan penyimpangan dalam pengelolaan hutan diusut tuntas. Kami tidak akan berhenti sampai keadilan ditegakkan dan sistem pengawasan diperbaiki," tandasnya.
Sebelumnya di dilangsir dari Gledeknews, berjudul "Marak Penebangan Kayu Kawasan TNGR di Lotim". Kepala Seksi Perlindungan dan Konservasi sumber daya alam, BKPH Rinjani Timur, Lalu Iskandar, menuturkan pihaknya sudah mengkonfirmasi kebenaran kejadian penebangan pohon di Kawasan hutan wilayah ijin HKm.
Diketahui adanya penebangan, saat pihak RPH Suela hendak menuju sembalun dan saat itu ditemukan sejumlah kayu bergelimpangan dan bekas penebangan pada tanggal 5 Agustus 2024.
“Tidak menemukan orang disitu, hanya bekas penebangan dan kayu saja,”ungkap Lalu Iskandar, Kamis (15|18).
Sementara disinggung jenis kayu, pihaknya membenarkan kayu yang ditemukan adalah kayu jenis Nangka dan Menjerong dengan jumlah keseluruhan sebanyak 22 batang atau 14 kubik.
Atas penemuan petugas RPH Suela saat itu, lanjutnya, barang bukti berupa kayu tanpa sengaja tersebut, KPH selanjutnya meminta petugas RPH Suela membuat laporan ke pimpinan guna untuk ditindaklanjuti.
Akan tetapi, sehari setelah membuat laporan, barang bukti berupa Kayu Nangka dan Menjerong tersebut tidak ada di tempat kejadian. Padahal, lokasi tersebut tidak jauh dari RPH Suela.
“Ini yang jadi PR. Sehari semalem sudah tidak ada kayu itu, kami tidak tau yang mengamankan siapa,” terangnya.(*)
Comments
Post a Comment