(foto/istimewa)

Dimensintb.com,  Lombok Timur - Yayasan Gemilang Sehat Indonesia-Lombok (YGSI Lombok) bersama jurnalis, menggelar FGD dengan topik "refleksi peran pemberitaan media dalam mengawal kekerasan seksual terhadap anak dan perempuan. 


Kegiatan tersebut berlangsung di Lokasi Puri Al-Bahrah, Sawing Kecamatan Selong Lombok Timur pada Sabtu (6|7). 


“Kegiatan ini merupakan salah satu upaya YGSI Lombok memperkuat kolaborasi dan memastikan peran aktif berbagai pihak dalam upaya mencegah dan mengawal kasus kekerasan seksual berbasis gender dan perkawinan anak di Lombok Timur,” tegas Saprudin District Coordinator Area Lombok YGSI saat membuka kegiatan FGD.


Lebih lanjut Saprudin memaparkan data kasus kekerasan seksual dalam 6 bulan terakhir. Setidaknya ada 8 kasus tercatat kekerasan dan pelecehan seksual yang terjadi di Lombok Timur sejak Januari-Juli 2024. Dari 8 kasus yang dipaparkan, 2 kasus di antaranya sedang dalam proses pendampingan Tim YGSI Lombok bersama Satgas PPA Lombok Timur. 


Saprudin yang akrab di sapa Ote itu sampaikan bahwa jenis kekerasan seksual dari 8 kasus yang disampaikan antara lain kasus pemerkosaan, penyebaran foto berbau pornografi, pemaksaan perkawinan anak, dan bullying. 


Selanjutnya selama diskusi, semua peserta Jurnalis lintas media menyampaikan pengalaman yang paling sering dialami adalah sulitnya mengakses informasi perkembangan kasus kekerasan seksual setelah kasus yang diberitakan sebelumnya mendapat atensi aparat penegak hukum.


Akibatnya, pemberitaan-pemberitaan kasus kekerasan seksual yang sudah dikawal sebelumnya hilang dan menguap begitu saja, bahkan banyak yang tidak terselesaikan. Atau terselesaikan melalui jalur non litigasi, namun merugikan korban.


Peserta yang semuanya merupakan unsur jurnalis juga mengakui bahwa selama ini media selalu menjalankan 11 pasal yang termuat dalam kode etik dalam menjalani profesi sebagai jurnalis. Sebelum publikasi berita, editing pasti dilakukan guna memastikan tidak ada diksi-diksi yang sekiranya dapat menyudutkan korban terutama jika korbannya melibatkan anak dan perempuan. 


Disatu sisi, banyaknya produk perundang-undangan juga menjadi problem tersendiri bagi jurnalis dalam mengawal kasus-kasus kekerasan seksual. Omnibus Low yang memberi Kebebasan seluas-luasnya kepada individu untuk membentuk Lembaga pemberitaan, bagaimanapun juga memberi kontribusi terhadap munculnya pemberitaan-pemberitaan yang tidak sesuai dengan kode etik dan kaidah penulisan berita yang kredibel. 


"Tidak semua jurnalis dalam waktu cepat dapat memahami banyaknya produk UU baru yang seharusnya menjadi rujukan media dalam mengawal kasus kekerasan seksual terhadap anak dan perempuan," kata Rusli salah satu Jurnalis yang juga Ketua FJLT Lombok Timur.


Dengan sekelumit tantangan yang dihadapi, kelompok Jurnalis di Lombok Timur tetap berkomitmen untuk mengawal kasus kekerasan seksual yang melibatkan anak dan perempuan di Lombok Timur bersama dengan YGSI Lombok. 


Di akhir diskusi, Distric Coordinator Lombok Area YGSI berharap kegiatan ini dapat memperkuat kolaborasi antara kelompok media dan YGSI Lombok untuk tetap siaga mengawal kasus-kasus kekerasan seksual dan perkawinan anak di Lombok Timur.(*)